Kamis, Desember 29, 2011

Titian Ilmu (Bagian 1)

Penulis: Ustaz DR. Ali Musri Semjan Putra, M.A.

Segala puji bagi Allah pencipta alam semesta, selawat beserta salam buat Nabi Muhammad, keluarga beserta seluruh para sahabatnnya, selawat dan salam yang tiada hingganya.
Berikut ini adalah pembahasan ringkas tentang keutamaan ilmu, langkah-langkah yang harus ditapaki dalam menuntut ilmu serta parasitisme yang harus dibersihkan dari jalan ilmu, semoga bisa menjadi titian bagi pecinta ilmu.

Pada Allah kita mohon pertolongan, sesungguhnya tiada kekuatan kecuali atas pertolongan Allah.

Kemulian Ilmu dalam Al Quran

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyebutkan dalam kitab-Nya yang mulia tentang ilmu dan macam-macamnya, suatu kali dalam bentuk pujian yaitu ketika menyebutkan tentang ilmu yang bermanfaat, suatu kali dalam bentuk celaan ketika menyebutkan tentang ilmu yang tidak berguna.
Contoh untuk bentuk yang pertama yaitu dalam bentuk pujian:
  • Orang yang berilmu berbeda dari orang tidak berilmu dalam segala aspek kehidupan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala memuji orang-orang berilmu dalan firmanNya mulia;
{قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ} (الزمر: 9)
“Katakanlah (wahai Muhammad) apakah sama orang-orang yang mengetahui dan orang-orang yang tidak mengetahui.”
Dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam atau kepada orang-orang yang mengikuti petunjuknya untuk bertanya kepada umat manusia seluruhnya, apakah sama orang-orang yang memiliki ilmu dengan orang-orang yang tidak memiliki ilmu; baik dalam keyakinan, perbuatan dan perkataannya, maupun amal ibadahnya, tindak-tanduk dan perilakunya serta tutur bicaranya, jelas jawabannya tentu tidak sama, fakta sendiri membuktikan orang yang berilmu sangat berbeda kehidupan dan perilakunya dengan orang-orang yang tidak berilmu.
Sebagai contoh orang yang berilmu tentang keesaan Allah, sesungguhnya orang yang berilmu tentang keesaan Allah, ia akan mengikhlaskan seluruh ibadahnya untuk Allah semata, karena Allah itu maha Esa dalam segala penciptaan dan perbuatan-Nya, dalam segala nama dan sifat-sifat-Nya, tidak seorangpun yang mampu meniru ciptaan Allah, dan tidak seorangpun yang memiliki sifat seperti sifat Allah, oleh sebab itu Allah mengharamkan menyembah kepada selainnya, karena Allah itu maha sempurna dalam segala ciptaan dan maha sempurna dalam segala sifat-sifatnya, maka selain Allah adalah makhluk yang tidak lepas dari segala kekurangan dan kelemahan, maka makhluk itu tidak berhak untuk disembah karena ia tidak ikut andil sedikitpun dalam mengatur kehidupan alam ini, bahkan ia sendiri dibawah kekuasan sang maha kuasa, ia tidak mampu untuk memberikan manfaat untuk dirinya sendiri apalagi untuk orang lain, begitu juga ia tidak mampu menolak bencana dan bahaya serta penyakit dari dirinya sendiri bagaimana pula ia akan mampu untuk menolak bahaya dan bencana dari selainnya.
Orang yang berilmu juga sangat berbeda dalam hal perbuatan, sikap  dan tindak tanduk sehari-hari, dirinya maupun manusia lain serta alam semesta selamat dari kerusakan dan kejelekan perbuatannya, ia akan menjauhi sikap merusak, karena ilmu yang dimilikinya menuntunnya kearah yang benar, ia tidak mau berbuat kerusakan karena yang akan menanggung akibat dari sikap merusak itu adalah dirinya sendiri, ia tidak akan melakukan penipuan, pengkhianatan, dan lain sebagainya dari berbagai macam tindakan moral dan anggota tubuhnya.
Orang yang berilmu lidahnya akan selamat dari sikap suka bohong, bergunjing serta adu-domba, dan lain sebagainya dari perbuatan lidah.
Oleh sebab itu Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan dalam firmannya,
{أَمْ حَسِبَ الَّذِينَ اجْتَرَحُوا السَّيِّئَاتِ أَنْ نَجْعَلَهُمْ كَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَوَاءً مَحْيَاهُمْ وَمَمَاتُهُمْ سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ} (الجاثـية:2)
“Apakah orang-orang yang suka melakukan bermacam kejahatan itu mengira bahwa kami akan memperlakukan mereka sebagaimana memperlakukan orang-orang yang beriman dan beramal saleh?, (apakah mereka mengira bahwa) kehidupan dan kematian mereka sama!, betapa jeleknya prasangkaan mereka.”
Bahkan hewan sekalipun berbeda antara yang memiliki ilmu dengan yang tidak memilikinya, oleh sebab itu Allah menghalalkan buruan yang ditangkap oleh binatang yang terdidik.
Sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah,
{يَسْأَلُونَكَ مَاذَا أُحِلَّ لَهُمْ قُلْ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَمَا عَلَّمْتُم مِّنَ الْجَوَارِحِ مُكَلِّبِينَ تُعَلِّمُونَهُنَّ مِمَّا عَلَّمَكُمُ اللّهُ فَكُلُواْ مِمَّا أَمْسَكْنَ عَلَيْكُمْ}
“Mereka bertanya kepadamu, apa yang dihalakan untuk mereka, katakanlah; dihalalkan untuk kalian yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang yang telah kamu ajar untuk berburu, menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu, maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu.”
  • Allah mengangkat orang-orang yang berilmu sebagai saksi bahwa tiada yang berhak diibadati kecuali Allah semata.
Allah Subhanahu wa Ta’ala memuji orang-orang berilmu dalam firmanNya yang mulia,
{شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلَّا هُوَ وَالْمَلائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِماً بِالْقِسْطِ} (آل عمران: 18)
“Allah bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Dia, para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga) menegakkan (persaksian itu) dengan adil.”
Keutamaan-keutamaan yang tersimpul dalam ayat ini untuk orang-orang yang berilmu terdapat dalam bentuk-bentuk berikut ini;
  1. Dari segi materi dipersaksikan; yaitu kalimat tauhid, adalah kalimat yang sangat agung, kalimat dengan tujuan untuk merealisasikannya, diciptakannya jin dan manusia, kalimat yang menjadi pembeda antara mukmin dan kafir, antara penghuni surga dan neraka.
  2. Dari segi tingkat persaksian; yaitu digandengnya persaksian orang-orang yang berilmu dengan persaksian Allah dan para Malaikat-Nya.
  3. Dari segi sifat persaksian; yaitu persaksian yang sangat adil, keadilan yang utama sekali yang wajib ditegakkan, adalah keadilan terhadap hak Allah, yaitu tidak memberikan sesuatu yang menjadi hak Allah kepada selain Allah, ibadah adalah hak Allah semata, yang tidak boleh di berikan kepada selain Allah.
Kezaliman yang amat besar adalah memberikan sesuatu yang menjadi hak Allah kepada selain Allah, yaitu berbuat syirik kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana yang disebutkan Allah dalam firman-Nya yang mulia,
{إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ} (لقمان: 13)
“Sesungguhnya kesyirikan itu adalah kezaliman yang amat besar.”
Maka golongan yang sesungguhnya menegakkan keadilan dimuka bumi ini adalah golongan para ulama dan orang-orang yang memiliki ilmu, baik keadilan terhadap hak Allah maupun keadilan terhadap makhluk, maka oleh sebab itu Allah telah mengangkat mereka sebagai saksi-saksi yang adil dipermukaan bumi ini dan menyebutkan persaksian mereka setelah persaksian Allah dan persaksian para malaikat.
=Bersambung insya Allah=

Artikel www.dzikra.com

0 komentar: